Friday, July 06, 2007

Hong Kong



29 November 2006 saya terbang dari Taiwan ke Hong Kong. Sampai di Hong Kong International Airport, saya dijemput kakak sepupu saya, suami & anaknya. Sampainya malam hari.

Masuk Hong Kong, harus menyesuaikan diri lagi dengan bahasanya. Karena lain dengan bahasa yang digunakan di Taiwan, walaupun tulisannya sama. Hong Kong menggunakan bahasa Canton.

Kesan pertama dari Hong Kong, semuanya teratur, rapi dan bersih. Setidaknya jauh lebih tertata bila dibandingkan dengan Taiwan. Kendaraan umum juga sangat 方便 (fang bian), praktis. Mau kemana saja, ada kendaraan umum, mulai dari bus, kereta light rail, dan kereta bawah tanah (MRT). Kalau di Hong Kong, orang-orang nyebutnya MTR. Bisa dipastikan setiap 15 menit, selalu ada bus yang lewat. Jadi penumpang tidak akan menunggu lama. Pemberhentian bus juga teratur, sesuai dengan no busnya. Antrian penumpang pun teratur, tidak ada yang rebutan naik bus.

Di Hong Kong, asal tahu tujuan, gak mungkin nyasar. Pasti sampai. Paling gampang, kalau memang tidak tahu jalan, naik MTR saja. Karena di dalam MTR sudah ada petanya. Mudah dimengerti.

Di Hong Kong tidak terlalu banyak tempat yang bisa dikunjungi. Kalau tour ke Hong Kong, 5 hari sudah cukup untuk keliling seluruh Hong Kong, plus Macao.

香港 (Xiang Gang) Hong Kong bisa disebut sebagai negara pelabuhan. Terdiri dari 4 pulau kecil. Yang pertama adalah Hong Kong island. Ini merupakan tempat yang paling ramai. Gedung-gedung perkantoran yang tinggi-tinggi berada di pulau ini. Gedung tempat upacara serah terima Hong Kong dari Inggris ke China, juga berada di pulau ini, lokasi tepatnya di 灣仔 (Wan Zai) Wan Chai Ferry.



Sedangkan yang kuning ini adalah lambang Hong Kong. Kalau kita perhatikan bendera Hong Kong, ada gambar bunga yang sama, hanya saja dilihat dari atas.





Di bawah ini beberapa sudut Hong Kong island



Pulau yang kedua adalah九龍 (Kowloon) island. Tempat shopping, 女人街 (Nu Ren Jie) atau Ladies Market, Jade Market, Electronic Market, 旺角(Wang Jiao/ Mongkok) semua berada disini. Ini surganya para shopper. Shop ‘til you drop!
Tapi kalau dibandingkan ama China, harga disini termasuk mahal banget.





Antara Hong Kong dan Kowloon dipisah oleh laut, tapi tidak terlalu lebar. Laut tersebut disambung oleh terowongan bawah laut. Dan sebagai sarana transportasinya, ada kapal laut, bus, dan MTR. Silahkan pilih!

Nah, foto di atas diambil dari Avenue of Star, Victoria Harbour, 尖沙咀 (Tsim Sha Tsui), Kowloon dengan background Hong Kong island. Itu adalah pemandangan malam Hong Kong. Setiap hari mulai jam 8 malam, selama kurang lebih 20 menit ada pesta laser. Setiap gedung memancarkan lampu lasernya. Disertai pengenalan singkat dari gedung-gedung tersebut. itu pemandangan malam Hong Kong dilihat dari bawah.





Kalau cuma melihat dari bawah, rasanya masih ada yang kurang. Harus melihat dari atas juga. Kalau mau lihat dari atas, bisa ke Peak Tower yang ada di Hong Kong island.



Sayang waktu itu cuaca mendung jadi ga bisa kelihatan dengan jelas.



Pulau berikutnya adalah yang disebut kawasan New Territories (NT), mandarinnya 新介 (Xin Jie). Ada jembatan yang menghubungkan antara Kowloon dan NT.



Pulau yang lain adalah Lantau island. Hong Kong international airport, Disneyland, dan Big Buddha Statue berada di pulau ini. Ada jembatan yang menyambungkan pulau ini dengan Kowloon dan New Teritories.



Big Buddha Statue



Ini merupakan patung Buddha terbesar di dunia. Letaknya di puncak bukit. Untuk menuju ke sini, Anda bisa naik bus atau MTR yang menuju ke airport. Turun di Tung Chung, tempat terminal kereta gantung. Dari Tung Chung, Anda bisa naik kereta gantung atau bus menuju ke Ngong Ping, lokasi patung Buddha. Saya sarankan Anda mencoba keduanya. Anda bisa melihat pemandangan yang berbeda.

Ini pemandangan yang bisa Anda lihat dari atas bukit, tempat Big Buddha Statue berdiri.

Tuesday, May 08, 2007

Back to Business

Selama di Taiwan saya selalu memikirkan dan mencari cara, bagaimana menjalankan bisnis saya secara online. Saya memiliki impian yang cukup simple tapi begitu kuat, saya ingin memiliki sebuah bisnis yang bisa saya kerjakan dimana saja dan kapan saja saya mau, tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Sehingga kapanpun saya ingin kemanapun, saya bisa.

Sejak saya membeli komputer dan memasang internet sendiri, saya semakin rajin online. Setiap hari, setelah pulang kerja dan makan malam, saya selalu online. Saya menyadari bahwa selalu ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kesuksesan. Saya harus menambah jam kerja saya dan mengurangi waktu-waktu santai.

Dulu saya tidak memiliki website karena masalah dana. Tapi bila kita fokus dengan impian kita, pasti ada jalan. Saya baca sebuah buku, katanya, “alam semesta sudah menyediakan apa pun yang kita inginkan. Kita hanya perlu fokus pada impian kita maka pikiran kita secara otomatis akan mencari cara untuk mewujudkan impian kita.”

Persis seperti apa yang saya alami, saya menemukan jalan keluar. Suatu hari saat saya lagi browsing di internet, saya menemukan sesuatu yang dapat berfungsi sebagai website, yaitu dengan menggunakan blog. Memang saya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk research, kurang lebih 6 bulan. Tapi akhirnya saya menemukan jalan keluarnya, yeah… I dit it. Manusia berusaha, masalah waktu Tuhan yang menentukan.

Sejak saat itu saya merasa bahwa impian saya sudah menjadi kenyataan. Saya memiliki bisnis yang bisa saya kerjakan dimana saja dan kapan saja saya mau, online bisnis. Walaupun waktu itu saya belum menghasilkan uang dari internet, saya sudah merasa sebagai seorang internet marketer.



Dalam hidup kita akan selalu dihadapkan pada masalah. Sekarang semuanya tergantung pada diri kita masing-masing, mau menghadapinya atau lari dari masalah tersebut? Saya percaya bahwa setiap masalah yang kita hadapi akan membuat kita lebih dewasa. Impian saya untuk bisa bekerja dimana saja dan kapan saja begitu kuat, impian ini yang selalu mendorong saya untuk terus maju. Dan setiap masalah yang saya hadapi membuat saya makin dewasa.

Seperti katanya Andrie Wongso, salah satu motivator terkenal Indonesia, “Tidak ada jalan yang rata untuk sukses.”

Setelah memiliki website, masalah baru muncul. Punya website saja tidak cukup. Website ibarat sebuah toko. Bila Anda memiliki toko tapi tidak ada pengunjung yang masuk, apalagi berbelanja, bagaimana Anda bisa memperoleh keuntungan? Saya mulai berpikir, bagaimana caranya agar website saya ramai pengunjung? Jawabannya, hanya satu kata, “Advertising”. Pertanyaanya, “bagaimana cara melakukan advertising?”

Dulu saya pernah belajar sedikit tentang internet marketing, saya hanya tahu satu atau dua macam cara promosi di internet, salah satunya adalah google adwords.

Ini merupakan salah satu cara promosi di internet yang cukup efektif karena Google search engine sudah sangat terkenal. Bila orang ingin mencari informasi tentang apapun, biasanya selalu mencari ke www.google.com.

Saya membaca artikel-artikel yang ada di internet, mencari cara berpromosi apa saja yang bisa dilakukan di internet. Pelan-pelan saya menemukan dan mulai mengerti bagaimana cara berpromosi di internet.

Selain menjalankan dengan cara online, saya juga menjalankan bisnis Tianshi dengan cara offline. Saya bersyukur, selama di Taiwan saya kenal dengan seorang yang luar biasa. Orang yang bisa diajak tukar pikiran. Orang yang banyak membantu saya walaupun kami berdua berbeda jaringan. Bila salah satu dari kami down, kami selalu saling support. Orang tersebut adalah Eko Muryo Hartono.



Foto di atas kami ambil sekitar jam 3 pagi di terminal bus Ubus, Taichung. Waktu itu kami baru saja pulang dari Taipei, menghadiri acara di kantor Tianshi, sekaligus membangun jaringan disana. Ini salah satu jaringan saya di Taiwan, Rara.



Saya belajar bahasa hanya sampai level 4. Saya memutuskan untuk tidak melanjutkan sampai dengan level 10. Alasan pertama adalah karena saya merasa sudah waktunya saya berkonsentrasi untuk membangun bisnis saya sendiri. Umur saya semakin bertambah. Bila saya terus melanjutkan sekolah, anggap saja dua tahun lagi, itu berarti saat selesai sekolah, umur saya sudah 30 tahun. Bila saya kembali ke Indonesia, saya tetap harus mulai dari nol lagi. Jadi kenapa saya tidak mulai dari sekarang?

Yang kedua adalah karena saya ingin memantapkan jaringan bisnis saya di Indonseia, khususnya di Sumbawa, tempat kelahiran saya. Pertama kali bergabung di Tianshi, saya membangun jaringan di Sumbawa. 1 bulan di Sumbawa, saya tinggal ke Taiwan untuk belajar bahasa. Dan selama itu, jaringan saya tidur, tidak berkembang sama sekali karena tidak ada leadernya.

9 bulan di Taiwan, selesai sekolah level 3, saya sempatkan untuk pulang ke Sumbawa, mulai membangunkan lagi jaringan saya yang tertidur. Waktu itu kalau gak salah tanggal 16 Agustus 2006. Kira-kira 1 bulan di Sumbawa, jaringan saya mulai bangkit lagi. Saya tinggal lagi ke Taiwan, tidur lagi. Sehingga saya berpikir, kalau begini terus, kapan jaringan saya akan mantap?

Waktu itu saya sempat sedikit down. Saat pulang dari Taiwan, sebelum ke Sumbawa saya stay beberapa hari di Surabaya, konsultasi dengan sponsor saya Pak Juanda, bagaimana ini Pak? Jaringan saya tidur semua. Pak Juanda bilang, “tidak semua jaringanmu tidur, ada satu orang downlinemu yang masih terus bekerja dan perkembangannya lumayan. Dia di bawahnya kokomu, Agus Heryanto, namanya Ibu Ratna Suadi.”

Saya sendiri tidak pernah tahu siapa Ibu Ratna Suadi itu. Tapi saat itu juga saya memiliki sebuah harapan. Saya merasa bahwa apa yang saya tabur 9 bulan yang lalu tidak sia-sia. Saya memiliki satu tunas yang tumbuh subur. Saya percaya, Tuhan tidak akan membiarkan kerja keras saya selama ini.

Ibu Ratna bergabung di Tianshi karena suaminya sempat mengalami stroke. Selama 5 bulan beliau hanya bisa baring di kasur, tidak bisa melakukan apa-apa. Dan beliau sembuh berkat produk Tianshi. Pengalaman itu yang membuat Ibu Ratna sangat yakin dengan produk Tianshi sehingga beliau juga menjalankan bisnisnya. Saya sempat ketemu dengan Ibu Ratna, beliau kira-kira berusia 50an. Tapi semangatnya luar biasa. Pekerjaan utama beliau adalah penjual jamu di pasar sedangkan suaminya adalah seorang guru.

16 September 2006 saya hadir di TIENS International Conference di Jakarta. Disitu saya melihat sendiri pembagian reward Tianshi. BMW, Kapal Pesiar, dan Pesawat. Acara tersebut dihadiri kurang lebih 100 ribu distributor dari seluruh dunia, tercatat dalam rekor MURI sebagai acara terbesar yang pernah ada di Indonesia.

Acara tersebut membuat keyakinan saya terhadap Tianshi semakin kuat. Apalagi sebelumnya saya mengikuti special training di Bandung. Saya bertemu dengan para leader yang sudah sukses, seperti Ferdinand Liu, Livia Helen, dan Ibu Katarina dari Papua. Mereka masing-masing menceritakan perjuangan mereka dan apa yang sudah mereka dapatkan dari bisnis Tianshi. Apa yang saya hadapi sekarang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang mereka alami dulu.



Saya juga bertemu dengan para distributor dari Papua. Kondisi saya masih jauh lebih baik dari mereka. Mereka berasal dari berbagai latar belakang yang levelnya jauh di bawah saya. Ada yang tukang batu, penjual ikan, penjual sayur, bahkan ada yang tidak bisa baca maupun nulis. Jika mereka bisa, mengapa saya tidak bisa? Masalahnya bukan karena bisa atau tidak? Masalahnya adalah mau atau tidak? Sebenarnya kemampuan manusia itu tidak terbatas. Yang membatasi kemampuan manusia adalah pikiran manusia itu sendiri.



Saat saya down, saya selalu ingat kata-kata Pak Louis Tendean, peringkat tertinggi Tianshi, “Memang untuk sukses itu susah. Tapi akan lebih susah lagi bila kita tidak sukses.” Saya lebih memilih susah untuk sukses daripada susah karena tidak sukses. Sponsor saya, Pak Juanda sering menyampaikan pada saya, apa yang pernah Pak Louis bilang, “Apa yang Anda alami sekarang ini, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan gaya hidup yang akan Anda peroleh bila Anda sukses. Disuruh mengulangi seluruh proses, dengan 10 kali lebih berat dari yang saya alami dulu, saya mau melakukannya.”

Terus terang, orang-orang terdekat saya satupun tidak ada yang mendukung saya. Tapi hal ini tidak membuat saya down. Justru sebaliknya, saya merasa tertantang untuk bisa membuktikan pada mereka kalau saya bisa. Saya yakin, bila saya sukses nanti, semua akan berubah.

29 November 2006 saya terbang ke Hong Kong, membangun jaringan bisnis saya disana.

Friday, March 23, 2007

Cultural Trip

Hampir tiap 3 bulan sekali sekolah mengadakan cultural trip, mengunjungi tempat-tempat kebudayaan di Taiwan. Curtural trip pertama yang saya ikuti adalah ke Tainan. Satu kota di bagian selatan Taiwan. Dulu Tainan merupakan ibu kota Taiwan sebelum pindah ke Taipei. Di Tainan, kami melihat-lihat kuil.



Di Tainan juga ada bekas benteng di pinggir laut, waktu jaman Belanda dulu kalau gak salah ingat.
Waktu itu Linda gak ikut karena harus kerja.

Berikutnya, akhir Maret 2006, jalan ke arah utara, ke museum-museum. ini nama museumnya Gu Gong Bo Wu Guan.



Dari situ lanjut lagi ke Ying Ge, museum keramik. Tapi sebelumnya makan siang dulu. Menunya dibagi dua macam, untuk yang vegetarian dipisah, menunya khusus.



Waktu itu yang ikut jalan lumayan banyak. Ikut cultural trip dengan kampus nggak rugi, murah karena ada subsidi dari kampus. Tiap murid hanya bayar NT 200, sekitar Rp 50 ribu. Itu sudah termasuk biaya transport, makan siang, dan tiket masuk ke tempat-tempat wisata. Seringnya, masih ditambah dengan souvenir kecil. Kalau jalan sendiri, pasti jauh lebih mahal.



Juli 2006, jalan lagi ke arah selatan, Nan Tou. Kali ini bukan museum tapi tempat pembuatan keramik jaman dulu. Sekarang sudah nggak produksi lagi, hanya digunakan sebagai tempat wisata. Ada café dan toko souvenir. Disini semua barang-barangnya dari keramik. Mulai dari bantal keramik, kalau musim dingin, bisa diisi dengan air hangat. Pispot keramik, gelas keramik, piring keramik, pot bunga keramik. Pokoknya semua yang di belakangnya ada keramiknya, ada disini.



Dalam satu hari kami pergi ke dua tempat. Dari bekas pabrik keramik kami lanjut ke pabrik kertas. Kalau yang ini masih aktif berproduksi. Pembuatan kertasnya manual. Menurut saya managemen pabrik cukup cerdik, setiap pengunjung boleh mencoba membuat kertas sendiri. Ada guru yang membimbing step by step. Tentunya ada biaya yang harus dikeluarkan oleh pengunjung. Bisa ditiru ni.

Waktu itu kami semua juga membuat kertas masing-masing dan membuat kipas kertas. Prosesnya betul-betul dari awal, mulai dari pulp, dimasukkan dalam cetakan, kemudian dipres lalu dipanaskan. Kertas dihias macam-macam, mulai dari menulis nama, diberi gambar bunga, sampai cap tangan. Semua menggunakan bahan yang sama, pulp. Hanya warnanya saja yang bervariasi.



Oktober 2006, perjalanan ke Lu Gang. Lu Gang merupakan salah satu kota tua di Taiwan. Dulu kota tersebut ramai sekali, merupakan salah satu kota pelabuhan. Nggak tahu kenapa, sekarang kalah dengan Taipei. Apa karena Taipei ibu kota ya? Jadi pembangunannya lebih diprioritaskan.





Di Lu Gang kami mampir ke salah satu rumah orang yang cukup terpandang jaman dulu. Sekarang rumahnya dijadikan semacam museum.



Harusnya di dalam gak boleh foto-foto. Dasar bandel, jadinya ya nyuri-nyuri foto. Kalau nggak, mana bisa dipamerin di sini. Ada baju, sepatu, mesin jahit, setrika, becak, alat musik, mainan panggung (puppet), harusnya masih ada ranjang, patung pengantin, dll. Tapi gak sempat kefoto. Maklum, waktu itu nggak bawa camera sendiri.



Oya, Sepatunya itu, kecil sekali. Jaman dulu, setiap bangsawan di China, khusus untuk yang wanita, sebelum memakai sepatu kakinya diikat dulu. Saya juga kurang jelas kenapa. Katanya si, supaya lebih anggun. Akibatnya, kakinya nggak bisa bertumbuh seperti orang normal, orang dewasa seperti kaki bayi. Nenek saya dulu, kakinya juga kecil, bangsawan. LoL.

Di depan rumah ada taman. Nggak terlalu besar tapi cukup bagus untuk foto-foto. Ada juga permainan tradisional.



Ini beberapa sudut lain dari kota Lu Gang.



Ini cultural trip terakhir saya bareng anak-anak Feng Chia University. Karena saya tidak melanjutkan study lagi di Feng Chia. Rencana mau pulang Indonesia, tapi mampir dulu di Hong Kong untuk ngembangin bisnis sekalian jalan-jalan.

I miss you, Guys!

Tambahan…. 花蓮 (Hua Lian)

Kalau yang ini pergi berduaan aja, gak bareng kampus. Waktu liburan tanggal 5-7 Oktober 2006. Hua Lian itu kota di sebelah timur Taiwan, dekat dengan pantai.



Yang terkenal dari Hua Lian adalah 太魯閣Tarroko, jejeran tebing-tebing di sepanjang jalan. Tebing-tebing tersebut terbentuk secara alami, bagus sekali. Ini salah satu bukti kebesaran Tuhan.



Ada yang tahu, tebing ini seperti apa?



Posting jawaban Anda di comment!

Tuesday, March 13, 2007

Feng Chia University

逢甲大學 (Feng Chia University) termasuk salah satu kampus yang fasilitasnya lengkap. Selain fasilitas untuk kebutuhan akademis seperti perpustakaan, ruang komputer plus internet, juga tersedia berbagai fasilitas seperti lapangan olah raga, kolam renang, gym, dan berbagai alat-alat lain untuk mendukung kegiatan mahasiswa. Tamannya juga bagus, walaupun tidak terlalu besar.



Di seluruh kampus juga terdapat jaringan wireless internet connection (wi-fi). Jadi bisa online di mana saja.



Pertama kali belajar bahasa Mandarin di Feng Chia University, ya seperti anak TK yang diajari ABCD… Liat aja tulisan di papan tu. Pertama-tama disuruh hafalin abjadnya dulu. Itu abjad untuk baca tulisan.



Yang di tengah-tengah lagi sibuk motong kue Tart, kebetulan waktu level satu dapat guru yang baik, Yao 老師 (Lao Shi), guru Yao, tiap hari selalu ada makanan. Jadi dari rumah gak perlu sarapan.

Setelah hafal abjadnya, disuruh baca dialog, maju ke depan kelas, percakapan. Kira-kira seperti gini lha.



Waktu level 1, tiap hari ada tes kecil. Jadi mau gak mau harus belajar, ngafalin tulisan. Ada baiknya juga si, jadi sering latihan nulis. Tulisannya cepat hafal.
Ini teman-teman kelas waktu level 1. Mayoritas orang Indonesia. Yang di tengah itu Yao Lao Shi.



Tiap 3 bulan sekali naik kelas. Akhir semester ada libur kira-kira 1 minggu. Nah, Ini waktu level 2.



Lulus level 2, saya dan Linda sama-sama dapat beasiswa. Kami masing-masing dapat NT 60.000, terimanya NT 10.000/ bulan selama 6 bulan. Lumayan, tambah dikit bisa untuk bayar uang sekolah 1 tahun. Ini prestasi yang patut dibanggakan. Pasangan, dua-duanya dapat beasiswa. Syarat untuk dapat beasiswa pertama dilihat dari nilai, lalu keaktifan di kelas, ditambah penilaian dari guru-guru. Setiap murid hanya bisa dapat beasiswa sekali. Coba bisa dua atau tiga kali, mungkin saya masih lanjut terus. LoL.

Tinggal di sekitar Feng Chia University sangat 方便 (Fang Bian), praktis. Dekat pasar malam, mau cari apa aja ada. Berbagai macam makanan tersedia. Tiap malam minggu pasti ramai, pasar malamnya terkenal. Rasanya orang-orang dari seluruh penjuru Taichung pada ngumpul disitu. Jadi pusat kota. Coba aja kalau pas main-main ke Taichung, tanya 逢甲夜市 (Feng Chia Ye Shi), semua orang pasti tahu.

Kalau di Indonesia, orang-orang jalan-jalan ke Mal. Tapi di Taiwan, orang-orang jalan-jalannya ke Ye Shi. Untuk yang senang shopping dan makan, ini surganya. Kalau Linda senang shopping. Abis terima gaji, jalan-jalan ke Ye Shi cari baju atau sepatu. Kalau saya senangnya makan. Ini salah satu langganan saya, biasa beli 蛋炒飯 (Dan Chao Fan), nasi goreng telur.



Belajar bahasa di Feng Chia University sangat menarik. Kami tidak hanya sekedar belajar menulis dan membaca tapi kami juga belajar berbagai macam kebudayaan China, seperti Kaligrafi, Feng Shui, catur China, pengobatan China, Puppet Show, kerajinan tangan, dan masih banyak lagi yang lain. Itu merupakan mata pelajaran pilihan.





Setiap hari raya besar, kampus membuat acara. Seperti saat Chinese New Year 2006, ada berbagai pertunjukkan, sumbangan dari para murid dari berbagai negara.



Ada juga permainan, rebutan hadiah. Hadiah disediakan oleh masing-masing murid. Sebelumnya hadiah diacak dan dibagikan lagi. Sehingga setiap orang memegang satu macam hadiah tapi bukan hadiahnya sendiri. Setiap kaki dari mereka yang ikut bermain, diberi balon. Bila kita menginginkan hadiah yang dibawa oleh orang tersebut, kita harus memecahkan balon yang ada di kakinya. Waktu itu saya nggak ikut permainan ini karena buru-buru harus kerja.



Setiap ada perayaan hari besar China, kampus selalu mengundang kami untuk makan di restaurant. Hanya saja, setiap kali perayaan, restaurantnya selalu sama, nama restaurantnya Mei Nong Ban Tiao. Mulai dari tahun baru China, dragon boat festival, pergantian musim dari musim panas ke musim dingin. Mungkin karena itu restaurant yang paling dekat dengan kampus.



Tiap semester selalu ada cultural trip. Sering juga ada pertandingan antar murid. Pertandingan untuk meningkatkan kemampuan bahasa Mandarin.

Waktu itu kelas saya menang The Best Script Writing. Padahal nyontoh di Extravaganza. Orang Taiwan kan gak tahu. LoL

Abis short play contest berikutnya ada singing contest. Lomba nyanyi lagu Mandarin. Awalnya saya nggak mau ikutan, tapi karena perwakilan dari kelas saya kurang, akhirnya nekat aja deh. Persiapan cuma satu minggu. Gak taunya saya ada bakat nyanyi juga. LoL.



Waktu itu saya nyanyi dua lagu, yang pertama duet bareng Linda, 美麗的神話 (Mei Li De Shen Hua), lagunya Jacky Chan duet dengan cewek Korea, juara satu ni.







Yang kedua 不怕不怕 (Bu Pa Bu Pa), dinyanyiin rame-rame, ber-4 dengan Susi dan Bi Xia, juara 2.







Ada juga Challenge Contest, lombanya macam-macam. Mulai dari cepat-cepatan baca tulisan, mulut diisi air terus disuruh nyampaikan pesan berantai ke teman-teman sekelompok, lempar dart, keras-kerasan teriak dalam bahasa Mandarin, apa lagi ya?
Oya, nyusun puzzle huruf kanji.

Dalam waktu satu tahun, banyak kenangan yang saya dapatkan. Saya sekolah bahasa di Feng Chia University hanya sampai level 4. Saya mutusin untuk tidak melanjutkan lagi ke level berikutnya. Karena saya merasa sudah waktunya saya fokus membangun jaringan bisnis saya di Indonesia. Linda tetap melanjutkan belajar bahasa. Kebetulan adiknya Linda, Dedy juga nyusul ke Taiwan untuk belajar bahasa di Feng Chia University.

Tanggal 29 November 2006, saya berangkat dari Taiwan ke Hong Kong untuk ngembangin jaringan bisnis saya. Kebetulan ada saudara di Hong Kong. Ini foto perpisahan dengan guru-guru, petugas di kantor tata usaha dan beberapa teman.



Selama sekolah di Feng Chia saya juga ikut kegiatan ekstra kurikuler. Kebetulan hobby saya adalah bela diri Aikido. Pengen seperti Steven Seagal.



Saya latihan mulai dari sabuk putih. Sempat ngikuti ujian kenaikan tingkat 2 kali. Terakhir sabuk orange. Saya mulai latihan Aikido sejak kelas 3 SMA. Tapi sempat vakum beberapa tahun.

Saya juga sempat ikut pertandingan antar universitas se-Taiwan.



Ini beberapa aksi saya waktu bertanding.



Walaupun saya dan pasangan saya tidak menang dalam pertandingan waktu itu tapi kampus kami berhasil membawa pulang banyak piala dan piagam.



Di Aikido club tersebut, hanya saya sendirian yang orang luar negeri. Lainnya orang Taiwan. Tapi mereka menganggap saya sebagai saudara. Saya tidak merasa seperti orang asing disana.

Yah, seperti biasa, ada pertemuan pasti ada perpisahan. Selesai pertandingan, malamnya kami makan bersama, acara perpisahan saya.