Tuesday, May 08, 2007

Back to Business

Selama di Taiwan saya selalu memikirkan dan mencari cara, bagaimana menjalankan bisnis saya secara online. Saya memiliki impian yang cukup simple tapi begitu kuat, saya ingin memiliki sebuah bisnis yang bisa saya kerjakan dimana saja dan kapan saja saya mau, tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Sehingga kapanpun saya ingin kemanapun, saya bisa.

Sejak saya membeli komputer dan memasang internet sendiri, saya semakin rajin online. Setiap hari, setelah pulang kerja dan makan malam, saya selalu online. Saya menyadari bahwa selalu ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kesuksesan. Saya harus menambah jam kerja saya dan mengurangi waktu-waktu santai.

Dulu saya tidak memiliki website karena masalah dana. Tapi bila kita fokus dengan impian kita, pasti ada jalan. Saya baca sebuah buku, katanya, “alam semesta sudah menyediakan apa pun yang kita inginkan. Kita hanya perlu fokus pada impian kita maka pikiran kita secara otomatis akan mencari cara untuk mewujudkan impian kita.”

Persis seperti apa yang saya alami, saya menemukan jalan keluar. Suatu hari saat saya lagi browsing di internet, saya menemukan sesuatu yang dapat berfungsi sebagai website, yaitu dengan menggunakan blog. Memang saya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk research, kurang lebih 6 bulan. Tapi akhirnya saya menemukan jalan keluarnya, yeah… I dit it. Manusia berusaha, masalah waktu Tuhan yang menentukan.

Sejak saat itu saya merasa bahwa impian saya sudah menjadi kenyataan. Saya memiliki bisnis yang bisa saya kerjakan dimana saja dan kapan saja saya mau, online bisnis. Walaupun waktu itu saya belum menghasilkan uang dari internet, saya sudah merasa sebagai seorang internet marketer.



Dalam hidup kita akan selalu dihadapkan pada masalah. Sekarang semuanya tergantung pada diri kita masing-masing, mau menghadapinya atau lari dari masalah tersebut? Saya percaya bahwa setiap masalah yang kita hadapi akan membuat kita lebih dewasa. Impian saya untuk bisa bekerja dimana saja dan kapan saja begitu kuat, impian ini yang selalu mendorong saya untuk terus maju. Dan setiap masalah yang saya hadapi membuat saya makin dewasa.

Seperti katanya Andrie Wongso, salah satu motivator terkenal Indonesia, “Tidak ada jalan yang rata untuk sukses.”

Setelah memiliki website, masalah baru muncul. Punya website saja tidak cukup. Website ibarat sebuah toko. Bila Anda memiliki toko tapi tidak ada pengunjung yang masuk, apalagi berbelanja, bagaimana Anda bisa memperoleh keuntungan? Saya mulai berpikir, bagaimana caranya agar website saya ramai pengunjung? Jawabannya, hanya satu kata, “Advertising”. Pertanyaanya, “bagaimana cara melakukan advertising?”

Dulu saya pernah belajar sedikit tentang internet marketing, saya hanya tahu satu atau dua macam cara promosi di internet, salah satunya adalah google adwords.

Ini merupakan salah satu cara promosi di internet yang cukup efektif karena Google search engine sudah sangat terkenal. Bila orang ingin mencari informasi tentang apapun, biasanya selalu mencari ke www.google.com.

Saya membaca artikel-artikel yang ada di internet, mencari cara berpromosi apa saja yang bisa dilakukan di internet. Pelan-pelan saya menemukan dan mulai mengerti bagaimana cara berpromosi di internet.

Selain menjalankan dengan cara online, saya juga menjalankan bisnis Tianshi dengan cara offline. Saya bersyukur, selama di Taiwan saya kenal dengan seorang yang luar biasa. Orang yang bisa diajak tukar pikiran. Orang yang banyak membantu saya walaupun kami berdua berbeda jaringan. Bila salah satu dari kami down, kami selalu saling support. Orang tersebut adalah Eko Muryo Hartono.



Foto di atas kami ambil sekitar jam 3 pagi di terminal bus Ubus, Taichung. Waktu itu kami baru saja pulang dari Taipei, menghadiri acara di kantor Tianshi, sekaligus membangun jaringan disana. Ini salah satu jaringan saya di Taiwan, Rara.



Saya belajar bahasa hanya sampai level 4. Saya memutuskan untuk tidak melanjutkan sampai dengan level 10. Alasan pertama adalah karena saya merasa sudah waktunya saya berkonsentrasi untuk membangun bisnis saya sendiri. Umur saya semakin bertambah. Bila saya terus melanjutkan sekolah, anggap saja dua tahun lagi, itu berarti saat selesai sekolah, umur saya sudah 30 tahun. Bila saya kembali ke Indonesia, saya tetap harus mulai dari nol lagi. Jadi kenapa saya tidak mulai dari sekarang?

Yang kedua adalah karena saya ingin memantapkan jaringan bisnis saya di Indonseia, khususnya di Sumbawa, tempat kelahiran saya. Pertama kali bergabung di Tianshi, saya membangun jaringan di Sumbawa. 1 bulan di Sumbawa, saya tinggal ke Taiwan untuk belajar bahasa. Dan selama itu, jaringan saya tidur, tidak berkembang sama sekali karena tidak ada leadernya.

9 bulan di Taiwan, selesai sekolah level 3, saya sempatkan untuk pulang ke Sumbawa, mulai membangunkan lagi jaringan saya yang tertidur. Waktu itu kalau gak salah tanggal 16 Agustus 2006. Kira-kira 1 bulan di Sumbawa, jaringan saya mulai bangkit lagi. Saya tinggal lagi ke Taiwan, tidur lagi. Sehingga saya berpikir, kalau begini terus, kapan jaringan saya akan mantap?

Waktu itu saya sempat sedikit down. Saat pulang dari Taiwan, sebelum ke Sumbawa saya stay beberapa hari di Surabaya, konsultasi dengan sponsor saya Pak Juanda, bagaimana ini Pak? Jaringan saya tidur semua. Pak Juanda bilang, “tidak semua jaringanmu tidur, ada satu orang downlinemu yang masih terus bekerja dan perkembangannya lumayan. Dia di bawahnya kokomu, Agus Heryanto, namanya Ibu Ratna Suadi.”

Saya sendiri tidak pernah tahu siapa Ibu Ratna Suadi itu. Tapi saat itu juga saya memiliki sebuah harapan. Saya merasa bahwa apa yang saya tabur 9 bulan yang lalu tidak sia-sia. Saya memiliki satu tunas yang tumbuh subur. Saya percaya, Tuhan tidak akan membiarkan kerja keras saya selama ini.

Ibu Ratna bergabung di Tianshi karena suaminya sempat mengalami stroke. Selama 5 bulan beliau hanya bisa baring di kasur, tidak bisa melakukan apa-apa. Dan beliau sembuh berkat produk Tianshi. Pengalaman itu yang membuat Ibu Ratna sangat yakin dengan produk Tianshi sehingga beliau juga menjalankan bisnisnya. Saya sempat ketemu dengan Ibu Ratna, beliau kira-kira berusia 50an. Tapi semangatnya luar biasa. Pekerjaan utama beliau adalah penjual jamu di pasar sedangkan suaminya adalah seorang guru.

16 September 2006 saya hadir di TIENS International Conference di Jakarta. Disitu saya melihat sendiri pembagian reward Tianshi. BMW, Kapal Pesiar, dan Pesawat. Acara tersebut dihadiri kurang lebih 100 ribu distributor dari seluruh dunia, tercatat dalam rekor MURI sebagai acara terbesar yang pernah ada di Indonesia.

Acara tersebut membuat keyakinan saya terhadap Tianshi semakin kuat. Apalagi sebelumnya saya mengikuti special training di Bandung. Saya bertemu dengan para leader yang sudah sukses, seperti Ferdinand Liu, Livia Helen, dan Ibu Katarina dari Papua. Mereka masing-masing menceritakan perjuangan mereka dan apa yang sudah mereka dapatkan dari bisnis Tianshi. Apa yang saya hadapi sekarang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan yang mereka alami dulu.



Saya juga bertemu dengan para distributor dari Papua. Kondisi saya masih jauh lebih baik dari mereka. Mereka berasal dari berbagai latar belakang yang levelnya jauh di bawah saya. Ada yang tukang batu, penjual ikan, penjual sayur, bahkan ada yang tidak bisa baca maupun nulis. Jika mereka bisa, mengapa saya tidak bisa? Masalahnya bukan karena bisa atau tidak? Masalahnya adalah mau atau tidak? Sebenarnya kemampuan manusia itu tidak terbatas. Yang membatasi kemampuan manusia adalah pikiran manusia itu sendiri.



Saat saya down, saya selalu ingat kata-kata Pak Louis Tendean, peringkat tertinggi Tianshi, “Memang untuk sukses itu susah. Tapi akan lebih susah lagi bila kita tidak sukses.” Saya lebih memilih susah untuk sukses daripada susah karena tidak sukses. Sponsor saya, Pak Juanda sering menyampaikan pada saya, apa yang pernah Pak Louis bilang, “Apa yang Anda alami sekarang ini, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan gaya hidup yang akan Anda peroleh bila Anda sukses. Disuruh mengulangi seluruh proses, dengan 10 kali lebih berat dari yang saya alami dulu, saya mau melakukannya.”

Terus terang, orang-orang terdekat saya satupun tidak ada yang mendukung saya. Tapi hal ini tidak membuat saya down. Justru sebaliknya, saya merasa tertantang untuk bisa membuktikan pada mereka kalau saya bisa. Saya yakin, bila saya sukses nanti, semua akan berubah.

29 November 2006 saya terbang ke Hong Kong, membangun jaringan bisnis saya disana.